Aku ingin nyanyikan lagu
Buat orang-orang yang tertindas
Hidup di alam bebas
Dengan jiwa yang terpapas
Dengan jiwa yang terpapas
Kenapa harus takut pada matahari
Kepalkan tangan dan halau setiap panasnya
Kenapa harus takut pada malam hari
Nyalakan api dalam hati,
usiri segala kelamnya
Aku ingin nyanyikan lagu
Bagi kaum-kaum yang terbuang
Kehilangan semangat juang
Terlena dalam mimpi panjang,
di tengah hidup yang bimbang
Di lorong-lorong jalan, di kolong-kolong
jembatan
Di kaki-kaki lima, di bawah menara
Kau masih mendekam derita
Kau masih mendekam derita
Aku ingin nyanyikan lagu
Tanpa kemiskinan dan kemunafikan
Tanpa air mata dan kesengsaraan
Agar dapat melihat surga,
agar dapat melihat surga
Jika Yesus hidup di masa kini,
lirik lagu Serenada ini pastilah akan menjadi lagu favoritnya bukan lagu rohani
popular yang sering dengan heboh kita bawakan dalam kebaktian (-setidaknya
demikianlah menurut penulis, haha..). Betapa tidak, itulah cita-cita Yesus akan
dunia yang didambanya, surga tanpa kemiskinan, tanpa kemunafikan, tanpa air
mata dan tanpa kesengsaraan. Dalam kisah perjalanan hidup Yesus, pergaulan dan
intisari pelayanannya adalah ‘melulu’
menyasar pada lingkungan orang miskin dan tertindas.
Dan di penghujung tahun 2011 ini,
Natal kembali menyapa kita umatnya.
Sejujurnya, bukan perayaan-lah yang semata kita nantikan, melainkan sudah
sejauh mana perwujudan cita-cita yesus pada kehidupan saat ini. Kata kunci
dalam perayaan Natal, kelahiran Yesus, adalah “pengharapan” tiap manusia akan
kemerdekaan, kebebasan dan kebahagiaan
manusia dari kemiskinan, penindasan dan kesewenangan.
Baru ini Indonesia kembali
dikejutkan oleh seorang Sondang Hutagalung yang dengan kekuatan tekadnya
akhirnya membakar diri tepat di depan Istana Negara. Sungguh tragis, diluar nalar
manusia normal apa yang dilakukan Sondang, teman, yang akhirnya meninggal dunia
karena aksinya itu. Seantero nusantara membicarakan Sondang, mulai dari
mencibir tindakannya sampai menghormati keputusan serta keyakinannya. Kita ada
di posisi apa?
Siapakah Sondang Hutagalung?
Mengapa saya menghubungkannya dengan Natal, ketertindasan, kemiskinan, air
mata, dan kesengsaraan? Patut kita ingat, seorang Yesus juga adalah orang yang
mati di kala ia masih dipandang cukup muda. Secara nalar dan logika manusia
normal, Yesus bisa saja menghindar dari hukuman salib jika seandainya ia
‘urung’ menyuarakan ajaran kasih dan kemanusiaannya. Tetapi, Yesus punya
pilihan lain dan berpegang teguh pada ajaran kasih yang diyakininya, karena
itulah kebenaran. Secara politis, ajaran Yesus dicibir oleh orang-orang
disekelilingnya walau tak sedikit yang mengagumi bahkan memuja Yesus. Dan pada
akhirnya, mereka terganggu pun memilih untuk menyalibkan Yesus sehingga ia
meninggal di kayu salib.
Saya pribadi sangat tidak
menganjurkan tindakan bakar diri untuk dilakukan karena bertentangan dengan
nurani kemanusiaan yang saya yakini. Hanya saja, biarlah kematian Sondang
menjadi momentum bahwa pernah ada seorang Sondang Hutagalung yang sedang frustasi
akibat abainya institusi yang seharusnya menjamin hak asasi manusia yaitu
Negara. Biar bagaimana apa yang disuarakan oleh Sondang tak boleh menjadi
sia-sia bahkan harus turut kita perjuangkan, sesuai juga dengan ajaran cinta
kasih dan kemanusiaan yang diteladankan oleh Yesus, Sang Pejuang Kemanusiaan
dan Keadilan. Dengan demikian nyatalah makna dari Natal, kelahiran Sang Pendiri
Gereja itu sebagai sebuah lahirnya harapan baru. Harapan bagi kaum miskin papa
dan teraniaya, harapan bagi keadilan dan kesejahteraan bisa dihadirkan di bumi
tercinta. Natal harusnya dihadirkan untuk itu, untuk perwujudan misi Yesus
lahir ke dunia yang begitu dicintainya.
Pada akhirnya, kita berkata
“Selamat jalan sobat, Sondang Hutagalung! Selamat datang Yesus, Sang Kepala
Gerakan kasih manusia di bumi!.” Mari kita renungkan hari Natal, bukan pesta
pora, bukan untuk kepuasan jemaat gereja, bukan untuk ajang pertunjukan
kemewahan dunia dan apalagi hanya untuk membahagiakan mereka yang duduk di
kursi terdepan pada acara pesta natal. Jauh lebih dalam, kita wujudkan Yesus
yang hadir untuk para pemilik Surga! Amin.
-tanpa kemiskinan dan kemunafikan; tanpa air mata dan
kesengsaraan; agar dapat melihat
surga-