Jika Yesus hidup di masa kini,
lirik lagu Serenada ini pastilah akan menjadi lagu favoritnya bukan lagu rohani
popular yang sering dengan heboh kita bawakan dalam kebaktian (-setidaknya
demikianlah menurut penulis, haha..). Betapa tidak, itulah cita-cita Yesus akan
dunia yang didambanya, surga tanpa kemiskinan, tanpa kemunafikan, tanpa air
mata dan tanpa kesengsaraan. Dalam kisah perjalanan hidup Yesus, pergaulan dan
intisari pelayanannya adalah ‘melulu’
menyasar pada lingkungan orang miskin dan tertindas.
Dan di penghujung tahun 2011 ini,
Natal kembali menyapa kita umatnya.
Sejujurnya, bukan perayaan-lah yang semata kita nantikan, melainkan sudah
sejauh mana perwujudan cita-cita yesus pada kehidupan saat ini. Kata kunci
dalam perayaan Natal, kelahiran Yesus, adalah “pengharapan” tiap manusia akan
kemerdekaan, kebebasan dan kebahagiaan
manusia dari kemiskinan, penindasan dan kesewenangan.
Baru ini Indonesia kembali
dikejutkan oleh seorang Sondang Hutagalung yang dengan kekuatan tekadnya
akhirnya membakar diri tepat di depan Istana Negara. Sungguh tragis, diluar nalar
manusia normal apa yang dilakukan Sondang, teman, yang akhirnya meninggal dunia
karena aksinya itu. Seantero nusantara membicarakan Sondang, mulai dari
mencibir tindakannya sampai menghormati keputusan serta keyakinannya. Kita ada
di posisi apa?
Siapakah Sondang Hutagalung?
Mengapa saya menghubungkannya dengan Natal, ketertindasan, kemiskinan, air
mata, dan kesengsaraan? Patut kita ingat, seorang Yesus juga adalah orang yang
mati di kala ia masih dipandang cukup muda. Secara nalar dan logika manusia
normal, Yesus bisa saja menghindar dari hukuman salib jika seandainya ia
‘urung’ menyuarakan ajaran kasih dan kemanusiaannya. Tetapi, Yesus punya
pilihan lain dan berpegang teguh pada ajaran kasih yang diyakininya, karena
itulah kebenaran. Secara politis, ajaran Yesus dicibir oleh orang-orang
disekelilingnya walau tak sedikit yang mengagumi bahkan memuja Yesus. Dan pada
akhirnya, mereka terganggu pun memilih untuk menyalibkan Yesus sehingga ia
meninggal di kayu salib.
Saya pribadi sangat tidak
menganjurkan tindakan bakar diri untuk dilakukan karena bertentangan dengan
nurani kemanusiaan yang saya yakini. Hanya saja, biarlah kematian Sondang
menjadi momentum bahwa pernah ada seorang Sondang Hutagalung yang sedang frustasi
akibat abainya institusi yang seharusnya menjamin hak asasi manusia yaitu
Negara. Biar bagaimana apa yang disuarakan oleh Sondang tak boleh menjadi
sia-sia bahkan harus turut kita perjuangkan, sesuai juga dengan ajaran cinta
kasih dan kemanusiaan yang diteladankan oleh Yesus, Sang Pejuang Kemanusiaan
dan Keadilan. Dengan demikian nyatalah makna dari Natal, kelahiran Sang Pendiri
Gereja itu sebagai sebuah lahirnya harapan baru. Harapan bagi kaum miskin papa
dan teraniaya, harapan bagi keadilan dan kesejahteraan bisa dihadirkan di bumi
tercinta. Natal harusnya dihadirkan untuk itu, untuk perwujudan misi Yesus
lahir ke dunia yang begitu dicintainya.
Pada akhirnya, kita berkata
“Selamat jalan sobat, Sondang Hutagalung! Selamat datang Yesus, Sang Kepala
Gerakan kasih manusia di bumi!.” Mari kita renungkan hari Natal, bukan pesta
pora, bukan untuk kepuasan jemaat gereja, bukan untuk ajang pertunjukan
kemewahan dunia dan apalagi hanya untuk membahagiakan mereka yang duduk di
kursi terdepan pada acara pesta natal. Jauh lebih dalam, kita wujudkan Yesus
yang hadir untuk para pemilik Surga! Amin.
-tanpa kemiskinan dan kemunafikan; tanpa air mata dan
kesengsaraan; agar dapat melihatsurga-
Saya curiga. Jangan-jangan ibu muda itu masih mengenang kejadian diantara kami berdua tadi pagi. Sungguh tak sengaja. Baiklah akan saya ceritakan.
Pukul 7.00 pagi tadi saya memandikan adik saya yg sedang cedera pada kakinya. Kira-kira 30 menit kami di dlm kmr mandi. Oh ya, kami memang berada di ruang perawatan patah tulang. Walau sebenarnya kaki adik saya tidak patah namun saya sendiri bingung menjelaskan kondisi sebenarnya. Si dukun bilang, mata kaki yang pecah. Tetapi orangtua saya tak setuju pendapat itu, berlebihan menurutnya.
Nah, saat adik sedang asyik bermandi ria. Saya sempat keluar kamar mandi, handuk ketinggalan. Ternyata, sudah ada antrian. Karenanya saya berpikir,baiklah saya harus mengejar waktu.
Harap dicatat, jika pintu kmr mandi / lebih tepatnya halaman mandi itu tdk saya tutup, mka org bisa masuk tanpa sengaja. Kelihatanlah.. Dan karena inilah cerita ini bermula. Setengah jam stelah saya memandikan adik, saya kembali ke kamar atau lebih tepatnya halaman mandi itu. Pintu halaman mandi terbuka. Tanpa ragu saya melangkah masuk. Eh!!
Si ibu muda yang mengantri tadi sedang jongkok. Kupandang kebawah, pahanya lumayan mulus. Refleksku tidak menghindar tapi menjelajah dgn mata.
Itulah saya. Sambil tersenyum saya undur diri. Si ibu muda hanya bilang, eh!! Dlm hati, saya memohon maaf. Ini kejadian sungguh diluar kehendak saya..
Judulnya, salah siapa gak nutup pintu kamar/halaman mandi?? Dan kesan, saya menikmati dan sedikit rasa bersalah.
Siang ini, 2 kali bertemu muka dgn nya. Saya hanya tertunduk malu. Tp dia menantang. #pengakuanku jilid 2. :)